Newest Post
// Posted by :Unknown
// On :Jumat, 04 Juli 2014
Dengusan keluar dari mulut seorang gadis dengan bandana
neko, sementara maniknya sesekali melihat kebelakang dengan tatapan kesal dan
aura hitam yang mengelilingi seluruh tubuhnya. Sedangkan yang ditatap hanya
memberi gerak - gerik apatis—acuh tak acuh—seakan dirinya tak ada hal lain yang
harus dikerjakan selain bermain dengan gadget dan sesekali menjilat es krim
dengan warna rainbow—entah apa rasanya.
Zatsune Mikuo memang menyadari aura kelam dari SeeU yang
ditujukan pada senseinya—Shion Kaiko—, hanya saja ia memilih untuk diam dan
terfokus pada tugasnya—memegangi setir dan melihat jalanan ke depan untuk
mengetahui arah kemana sang mobil akan melaju.
Sesaat keadaan memang hening, tapi Len—yang sedari tadi
sudah memakan banyak pisang sekaligus mengambil pemandangan bersama Rin yang
kini tengah disibukkan dengan jeruknya, dan kebosanan juga karena hanya bisa
selfie ria—pun ambil bicara. "Kapan sampai?"
Semuanya masih diam, tak ada yang menanggapi, bahkan sang
pemandu—SeeU—pun sepertinya sudah kewalahan berkutat dengan peta yang ia dapat
dari Kaiko yang katanya juga didapatkan dari Gakuko, dengan fungsi untuk
memandu mereka agar tak tersesat (dan memilih untuk meminum air mineral karena
merasakan tenggorokannya sudah dahaga). Tapi? Pada kenyataannya mereka sekarang
tersesat sampai satu jam dari waktu mereka berangkat.
Gadis dengan wajah loli—Mashiro Rima—yang tadi juga sibuk
berkutat dengan gadgetnya pun mengalihkan perhatian untuk menatap kearah Len
sembari menaikkan bahu. "Tidak tau," hanya sahutan singkat, tapi itu
mampu membuat semua mengerti.
Keheningan kembali terjadi, bahkan dari ekspresi wajah duo
Kagamine pun sepertinya tak memiliki niat untuk merusuh—seperti berusaha
memperebutkan posisi agar bisa mendapat pemandangan yang bagus saat berselfie,—
"Hei Rin, bisakah kau menyingkir sebentar, aku ingin
disitu karena pemandangannya bagus."
"Maaf Len, tapi aku juga membutuhkan pemandangan yang
bagus agar bisa mendapat hasil selfie yang baik."
"Ayolah Rin, atau kupaksa kau?!"
"Kau bisa diam tidak sih?!"
"KAU YANG SEHARUSNYA DIAM, RIN!"
"KAU, LEN!! BERISIK!"
"GRR-"
—atau bertengkar karena mereka salah mengambil minuman
kesukaan satu sama lain,—
"RIN! INI KAN JUS PISANGKU! KENAPA MALAH KAU
MINUM?!"
"DAN ITU KAN JUS JERUKKU, KENAPA TINGGAL
SETENGAH?!"
"GR-!"
—dan pada akhirnya Kaiko-sensei pun terpaksa mengambil alih
keadaan agar mereka mau diam,—
"RIN! LEN! DIAM KALIAN!"
"TAPI INI KAN SALAH RIN, SENSEI,"
"YANG BENAR SALAHMU LEN!"
"BAKA! APA KALIAN TAK DENGAR PERINTAHKU? DIAM! ATAU MAU
KUTURUNKAN DI PINGGIR JALAN SEKARANG JUGA DAN SAAT SAMPAI DI ASRAMA AKAN KU
HUKUM KALIAN MENGERJAKAN SERIBU SOAL MTK SELAMA TIGA HARI!!! PAHAM?!!! ATAU MAU
MINTA BONUSNYA EH?!!!"
—yah, begitulah suasana tadi sebelum ketenangan dan
keheningan melanda mereka—takut mendengar ancaman yang tidak berperikemanusiaan
dari pembina tadi.
Mobil anggota Slevineptune yang dikendarai Mikuo dengan
diisi oleh enam orang—Shion Kaiko (sang pembina), SeeU (sang ketua yang juga
bertugas sebagai pemandu jalan), Zatsune Mikuo (sang supir, tepatnya murid yang
dijadikan supir oleh sang pembina), Mashiro Rima (murid), Kagamine Len (murid),
dan Kagamine Rin (murid)—itu melaju dengan kecepatan rendah, takut - takut
apabila ia tanjak gas alias mengebut, mobil, tubuh, barang dan impian enam
anggota dari asrama slevineptune akan tersesat kembali—seperti yang terjadi
pada selang beberapa waktu sebelumnya.
Sementara mobil kedua yang diisi oleh enam penumpang
juga—Kamui Gakupo (sang supir—yang juga dipaksa Kaiko), Defoko (sang
pemandu—karena paksaan sang pembina), Yuzuki Yukari (murid), Yuki Kaai (murid),
Lola (murid), Akita Neru (murid) dan juga Kamui Gakuko (murid)—sangatlah ramai
akibat pertempuran ganas—tepatnya adu mulut—antar satu sama lain. Mereka kini
tengah menebak - nebak, dimana tujuan wisata liburan kali ini, terhitung sudah
hampir satu jam mobil berjalan.
"Kebun binatang?" Terdengar Yuki Kaai yang
menyahut dengan wajah antusias dan senang yang membingkai diwajahnya. Semua
atensi terfokus pada sosok itu (terkecuali Gakupo yang lebih memilih untuk
memperhatikan jalan dan mobil pertama yang ada di depan, walau sesekali
maniknya melirik kearah Yuki melalui spion tengah).
Tetapi, sayangnya dengan mudah harapan itu dipatahkan oleh
serentetan kalimat yang Gakuko ucapkan, "Kau ingin sensei berteriak Help me Onii-chan / Mikuo! karena
melihat sosok Harimau yang sedang tidur," dengan intonasi dingin pula,
membuat Yuki membeku... rasanya seperti disambar oleh banyak salju. Dan
berakhirlah hipotesis gagal itu.
"Bagaimana dengan kebun bunga?" Sebuah suara
menginterupsi, perhatian kelima orang terfokus pada Lola—sumber suara tadi.
Mereka semua bertopang dagu, memasang pose berfikir yang seakan ingin berkata,
'apa mungkin?' bersamaan dengan si empunya yang tersenyum bangga karena
tebakannya itu.
Tapi kurva yang membentuk lengkungan keatas itu menghilang seketika kala seorang pemuda satu-satunya ada dimobil dengan marga Kamui ambil bicara. "Kau ingin membuat Rin bersin - bersin saat semuanya sedang bersenang - senang," bersamaan dengan intonasi datar—yang terkesan ingin menyindir—membuat bibir Lola langsung saja melengkung kebawah. Hipotesisnya ternyata salah, eh?
Yuki dan Lola bertatapan satu sama lain, berpikir mengenai dua
orang dengan marga Kamui itu. Yang pasti, suatu kesimpulan mereka dapat,
'jenius sih.. Tapi mengerikan kalau berpendapat.'
Akita Neru yang sedari tadi terdiam mendengar hipotesis
teman - temannya pun berniat mengeluarkan hipotesisnya dengan kata - kata yang
sudah tersimpan rapi dalam otaknya. "Atau, mereka akan ke—museum?"
Terdengar seperti satu pertanyaan dengan nada ragu, namun itu cukup membuat
semua perhatian tertuju pada sosoknya.
Defoko mengernyitkan alis, bisa jadi apa yang dikatakan oleh
Neru itu memang benar... Tapi baginya, sepertinya itu tidak akan terjadi
mungkin? Mengingat sang pembina lumayan (sangat) tidak suka dengan sejarah, ia
bahkan lebih suka berkutat dengan pelajaran matematika, eskrim dan gadget.
"Sepertinya itu tidak terjadi? Karena Kaiko-sensei pasti akan memilih
untuk berdiam di asrama saja—berkutat dengan setumpuk buku matematikanya—dari
pada mengikuti kita hanya sekedar untuk pergi ke museum." Komentarnya
diikuti dengan gelengan kepala perlahan.
Tiga hipotesis terpatahkan. Sekalipun begitu, masih ada
empat lagi yang belum membuat keputusan, atau... Mereka akan tau dimana tujuan
liburan kali ini?
Bisa saja itu terjadi.
Gakuko terlihat merogoh sesuatu dari tasnya—entah apa
itu—menggunakan tangan kanannya, untuk beberapa saat dapat dilihat wajah
tenangnya berubah seiring dengan dua alis yang dikerutkan. 'Kemana peta mansion
'Kamui kedua' berada?' Tanyanya dalam hati—tepatnya pada diri sendiri.
Dan detik itu juga baru Gakuko sadari, ia sudah salah
memberikan peta pada Kaiko, karena itulah, sehingga mereka menghabiskan satu
jam hanya untuk terjebak dijalanan. Gakuko menepuk jidatnya, merasa bahwa
kecerobohannya kali ini akan berdampak mengerikan karena dia sepertinya harus
berhadapan dengan Kaiko setelah sampai ditempat tujuan (tapi dimana?). Well,
sepertinya Gakuko harus menyiapkan diri untuk sebuah hukuman yang akan
didapatkannya nanti.
Yuzuki Yukari yang melihat gerak - gerik aneh dari Gakuko,
langsung menyenggol lengannya, menyebabkan gadis pecinta terong itu menoleh.
Dengan ekspresi lesu—sebab habis terbangun dari tidurnya—Yukari menatap manik
berwarna ungu itu penasaran, seakan bertanya 'ada-apa' secara tak langsung. Dan
Gakuko yang tanpa harus melihat buku untuk menerjemahkan tatapannya pun
menghela nafas. "Aku malah memberikan peta Mansion kedua keluarga Kamui—tepatnya tempat haremku dan nii-san
berada."
Manik Yukari membola besar, ekspresinya digantikan dengan
keterkejutan yang amat kentara. "Kenapa kau bisa seceroboh itu. Bila
sensei tau, ini bisa berakibat fatal—maksudku, hukuman mu akan berlipat
ganda."
Gakuko langsung pundung, merasa dipojokkan oleh kata - kata
Yukari.
Berpindah di mobil pertama, SeeU yang sudah kesal terhadap
kondisi sekarang ini pun menghembuskan nafas perlahan dan menghirupnya,
berusaha untuk menenangkan diri. Setelah cukup tenang, ia menyondongkan
tubuhnya kebelakang, berusaha melihat sosok Kaiko. "Ne sensei, apa
sebaiknya kita berubah haluan saja? Dari pada tersesat?"
Terlihat Kaiko mengernyitkan alisnya, barulah pandangannya
sudah teralih pada wajah moe milik gadis itu lebih terlihat menarik tatkala
mendengar serentetan kalimat tadi terucap. Kaiko tersenyum lebar. "Apa pun,
asalkan persediaan es krimku penuh kembali dan juga baterai ponselku. Lakukan
dengan cepat, tanpa kesalahan, atau hukuman menanti," jelas Kaiko dengan
semangat dan ditanggapi anggukan dari SeeU.
Kali ini tubuh sang ketua asrama sudah lurus kedepan,
matanya melihat fokus kearah jalan, tanpa mengindahkan pemandangan didepan,
tangannya sibuk menyobek peta menyesatkan itu lalu membuka jendela,—
SRAK
—dan membuang serpihan kertas kecil itu keluar melalui
jendela mobil.
"Gunakan sabuk pengaman, pastikan itu terpasang pas
pada tubuh kalian," perintah SeeU yang langsung dilakukan oleh semua
sosok, tak terkecuali sang sensei.
"Semua siap?" tanyanya kembali, dengan tangan yang
memencet sebuah tombol untuk menutup kaca mobil.
Dan pertanyaan dari SeeU mendapat sorakan, "YA!"
dari semuanya.
"Mikuo, kita beraksi—" SeeU menghembuskan nafasnya
secara perlahan, "—lurus kedepan dalam kecepatan 140 kilometer
perjam!"
Mobil itu langsung melaju dengan cepat sesuai perintah,
membuat semua sosok yang ada dimobil kedua sedikit keheranan—dan ketakutan.
Terkecuali Gakupo dan Gakuko yang memang sudah terbiasa
dengan keseriusan SeeU ketika jadi seorang pemandu. "Dia sudah beraksi
eh?" gumam Kamui Gakupo yang langsung tancap gas mengikuti mobil pertama.
.
.
A Vocaloid Fanfiction, cross-over with Shugo Chara (just Mashiro Rima)
by Slevineptunes Member.
.
.
Vocaloid belongs to Crypton Future Media
.
Shugo Chara (Mashiro Rima) belongs to Peach-Pit
.
.
Warning? AU! OOC! Kolaborasi dengan banyak Author dan itu memungkinkan
akan adanya suatu penyimpangan, dan lain sebagainya.
.
.
.
.
~Happy Reading~
.
.
.
Perjalanan mengerikan.
Begitulah satu kesimpulan yang bersliweran pada otak
beberapa murid dari asrama Slevineptune yang kini tengah turun dari mobil
dengan wajah pucat pasi. Kecuali SeeU, Kaiko, Mikuo, Gakuko dan Gakupo.
Perjalanan yang seharusnya ditempuh selama 30 menit tanpa ada kemacetan itu
menjadi rekor terbaik sepanjang masa karena mobil yang dikendarai Zatsune Mikuo
hanya membutuhkan waktu 15 menit untuk sampai—tentu dengan bimbingan mengerikan
dari sang pemandu.
Bahkan di telinga Rima—yang kini tengah berjongkok didepan
selokan sambil berusaha mengeluarkan isi perutnya karena mual—masih berdengung
bagaimana suara imut SeeU berkomando, seperti,—"25 Meter kedepan, ambil
kecepatan 180 kilometer perjam, Mikuo! Sesekali lirik ke arah sensor, apa ada
pengganggu!"—yah begitulah. Sangat mengerikan, bukan?!
Lamunan singkat Rima terbuyar saat melihat tangan seseorang
tersodor kearahnya dengan membawa sebuah minuman dingin. Ia menelengkan kepala
kesamping sambil mendongak sedikit keatas, "Er- Yuki-chan?" tanyanya
berusaha memastikan apakah nama itu benar dimiliki sosok yang berada
didepannya.
Sosok itu mengangguk, "Iyap! Dan ini, minumlah.. Barang
kali bisa menghilangkan rasa mual itu, ugh-" wajah Yuki memucat kala
sebuah rekaman terputar kembali diotaknya, rekaman ketika Gakupo mengendarai
mobil tadi.
Satu sama lain anggota Slevineptune saling menyemangati,
membantu yang mual agar rasa itu hilang, atau membantu sang sensei memborong es
krim?
Cukup dengan kegiatan tersebut, Kaiko akhirnya mengumpulkan
mereka—anggota Slevineptune—didepan pintu gerbang raksasa yang ditengahnya ada
sebuah loket pembelian tiket dan pintu masuk.
"Jadi anak-anak," tangan Kaiko mengarah keatas
tulisan yang tertera diatas pintu gerbang—yang sangat - sangat kuno, "—Selamat
Datang di....."
"Di?" Ulang semua murid-muridnya.
"Di sebuah tempat yang entah dimana," seru Kaiko
lesu. Kini, Kaiko menatap Gakuko tajam, seolah meminta penjelasan apa yang
terjadi. Sedangkan yang ditatap langsung merinding ketakutan.
"Anoo sensei..." Gakuko pun mengeluarkan suaranya.
Gugup, takut, disertai dengan bulu kuduk yang satu persatu mulai berdiri.
"Petanya tertukar," lirih Gakuko pelan, tak ada
yang bisa mendengarnya—mungkin?
BLETAAAK!!!
Sebuah benjolan terpatri jelas diantara surai violet Gakuko
yang berasal dari jemari lentik—yang sebelumnya memegang sekardus es krim—sang
pembina. Ternyata oh ternyata, sang pembina memiliki pendengaran yang cukup
tajam.
“Kasihan,” ujar Mikuo sambil menatap Gakuko dengan prihatin.
“Kenapa bisa tertukar?!!” Tanya Kaiko galak, sedangkan
Gakuko langsung menciut. Sementara yang lain langsung membulatkan mata mereka
masing-masing.
"APA?!"
"Ck, seharusnya kau lebih teliti," kali ini Neru
ikut menimpali, tak lupa tatapan tajam yang dilontarkannya khusus untuk Gakuko
seorang. Sementara yang ditatap tambah cemberut dibuatnya. Miris sekali
hidupmu, nak.
"Sudahlah. Mendingan kita cepat masuk saja. Siapa tahu
ada penginapan atau apalah itu," sahut Kaiko sambil melenggang pergi
memasuki gerbang itu, jangan lupakan kardus es krim di tangannya—yang tadi
sempat dibelinya. Yang (mau tak mau) diikuti oleh para murid-muridnya.
Setiap langkah, suasananya makin berubah saja. Adalah
sebelas dua belas mirip sama hutan. Bedanya masih banyak lampu untuk
penerangan. Sebenarnya ini sudah jam berapa sih sampai suara burung hantu
nyasar ke sini?
Oh, suasana mencekam ini tak seberapa jika dibandingkan
bagaimana menyeramkannya hukuman dari Kaiko. Mereka sudah tahan banting kok.
"Pegel…" keluh Rin sambil menyeret kakinya,
sementara kedua tangannya memeluk lengan Len.
"Apaan sih, ganggu aja. Tempat seperti ini harus
diabadikan di Instagram!" ujar Len cuek sambil terfokus pada ponselnya
itu. Dan akhirnya, si kembar edan itu pun sibuk untuk berselfie ria (lagi).
"Duh," rintihan Rima membuat semuanya menoleh.
“Kenapa? Pegel juga?” tanya Mikuo penuh perhatian. Rima
menggeleng pelan. Keringat mulai bercucuran melalui pelipisnya. Kaiko yang
sebenarnya dari tadi makan es krim pun menghentikan aktivitasnya dan menatap
penuh arti pada salah satu muridnya itu, yang seakan ingin berkata
'kau-kenapa'. Kalau kenapa-napa nanti dia juga yang rempong, kan.
“Sakit perut…”
"BULAN INI BELUM?" Defoko memekik kencang dan
langsung dihadiahi jitakan indah dari Yukari.
"Bukan itu…"
"Ya udah, ke toilet aja apa susahnya sih," sahut
Gakuko sambil mengedarkan pandangannya.
"Anterin…"
wajah Rima memelas dan sukses membuat Gakuko melotot ke arahnya. Ah,
serem gini juga, lebih baik sama kawanan.
"Ya sudah, sama aku aja yuk." Beruntung karena
Yuki menawarkan diri untuk mengantar Rima yang menatapnya dengan tatapan haru.
Setelah itu mereka langsung melenggang pergi tanpa berpamitan dengan pembina
asrama kita tercinta—Kaiko.
"Emangnya di sini ada toilet?" tanya Gakupo
setelah Rima dan Yuki pergi jauh. Sebenarnya ia dan Gakuko sudah menyadari hal
itu dari tadi, tapi masa bodoh.
"Yah, kita langsung cari penginapan saja deh,"
kata Yukari menyeret sebuah tas besar—bisa dipastikan tas itu adalah kulkas
berjalan milik Kaiko yang isinya: es krim.
SeeU melirik kearah teman - temannya dalam diam dengan
senyuman kecil yang membingkai diwajahnya, Defoko mengernyitkan dahi melihat
ekspresi yang ditunjukkan SeeU, tenang... seakan dirinya tak memiliki beban dan melupakan tentang
ketersesatan mereka ditempat aneh ini.
"SeeU-chan?"
Mendengar
namanya dipanggil, gadis itu langsung menolehkan kepala kesumber suara, dengan
senyuman manis—dan
misterius, membuat Defoko merinding seketika sehingga kata - kata yang sempat
tersusun diotaknya tadi untuk menanyakan bagaimana keadaan SeeU, menghilang
seketika.
"Uhn,
etto—"
"U-chan,"
panggilan dari orang lain membuat SeeU menoleh kearah sang pemanggil—Zatsune
Mikuo.
Defoko
menghela nafas lega, dirinya menatap SeeU yang kini terlihat kebingungan.
"Pergilah, kita akan bicara nanti," kata Defoko tersenyum, dan
perintah itu langsung dilakukan oleh SeeU tanpa basa - basi.
.
.
Yuki dan
Rima sudah kumpul bersama anggota Slevineptune lain, ternyata toilet yang
mereka cari tak begitu jauh jaraknya dari tempat mereka tadi berada. Sekarang
semua anggota Slevineptune tengah berleha - leha—duduk, tidur, makan bekal,
atau sekedar berselfie ria—diatas padang rumput yang bunganya mekar sangat
indah. Beberapa keluhan kadang keluar dari mulut mereka seperti;
"Lelah,"
yang berucap ini adalah Lola.
"Lapar,"
kalau yang ini Gakuko.
"Sinyal
hilang," nah, kalau yang berucap ini adalah duo Kagamine.
Neru dan Sonika hanya menggelengkan - gelengkan kepala
mereka, merasa tak patut melihat reaksi dari duo Kagamine. Yukari sibuk
mengipasi Kaiko yang kepanasan. Sementara itu, Kaiko berdebat hebat dengan dua
orang bermarga Kamui—lebih tepatnya dengan Gakuko, tapi karena Gakupo tidak
terima hanya adiknya saja yang ikut omelan, akhirnya ia pun ikut - ikutan debat
dengan alibi membela Gakuko. Namun tak berlangsung lama saat sebuah aura hitam
menyeramkan keluar dari tubuh mungil Kaiko, dan itu berhasil membuat kedua
kakak beradik bermarga Kamui—serta siswa lainnya yang tak sengaja melihat
kejadian itu—bungkam seketika. Takut? Mereka akan serentak menyerukan kata
'YA!'
Disisi lain ada Defoko yang berkutat dengan aplikasi google
maps—berusaha mencari tempat apa ini, Mikuo yang sepertinya mengeluh karena
baterai ponselnya habis sehingga ia tak bisa ber-selfie ria dan juga SeeU yang
diam memperhatikan apa yang diperbuat teman - temannya.
"U-chan, pinjam ponsel!" kata Mikuo terdengar
lemas seraya menengadahkan tangannya didepan wajah SeeU tak lupa memberi
tatapan mautnya—puppy eyes—pada gadis itu.
SeeU mengernyitkan dahinya sedikit heran. "Ponselku
dipakai Kaiko-sensei," jawabnya menyingkirkan tangan pemuda bersurai hitam
itu dari depan wajahnya agar dapat melihat kembali pemandangan yang disuguhkan
oleh teman - temannya.
Mendengar itu, Mikuo langsung beranjak dengan wajah yang
ditekuk sambil merengek - rengek tak jelas pada anggota Slevineptune yang lain
agar meminjamkan ponsel mereka padanya dan dijawab dengan gelengan kepala tanda
tak setuju.
"Berisik!" seru Len. Rin mengangguk setuju,
membuat Mikuo mau tak mau hanya bisa menangis dengan air mata yang mengalir
sangat deras. Namun, sebuah benda mendarat dari pangkuannya dan menatap benda
itu dengan tatapan berbinar. Dia mendongak—kearah datangnya benda itu—dan
menemukan sang pembina yang masih sibuk dengan gadget milik SeeU.
"Pakailah seperlunya saja karena aku masih
membutuhkannya!" ujar Kaiko seraya tersenyum tipis. Sebuah powerbank
dengan kapasitas 10.000 Mah miliknya mampu membuat Mikuo—yang tadinya
merengek-rengek tak karuan—kini langsung menampakkan sebuah cengiran lebar
seraya menganggukkan kepalanya berulang kali.
"Huft.. Aku jadi rindu Mi-chan," lirih Kaiko, yang
langsung dibalas oleh cengiran jahil Yukari.
"Sensei! Mau kubuatkan surat cinta?" goda Yukari
jahil, dengan sebuah seringai langsung terpatri di wajahnya. Sementara yang
digoda langsung memerah, namun hal itu tak berlangsung lama saat sebuah ide
melintas dipikirannya.
"Terserah kau saja!" balas Kaiko datar. Yukari
semakin gemas ingin menggoda sensei-nya itu. "Tapi setelah itu kerjakan 7
buku kumpulan soal matematika dalam seminggu," sahut Kaiko datar dengan
cepat.
JDUAAAAR!!!
Background petir langsung muncul ketika semua anggota asrama
Slevinepune mendengar penuturan Kaiko. Sedangkan Yukari langsung membatu di
tempat. 'Betapa mengerikannya hukuman Kaiko-sensei melebihi siksaan saat berada
diatas mobil tadi,' batin seluruh siswa merinding, terutama Yukari.
"Hei! Sepertinya aku melihat sebuah rumah, bukan! Tapi villa!" Seru Sonika yang sedari
tadi duduk di atas pohon kini sedang menunjuk sebuah rumah besar yang terdiri
dari dua tinggang di ujung padang rumput. Sontak saja mereka langsung
mengalihkan pandangan mereka ke arah yang ditunjuk oleh Sonika. Semua iris mata
membola, sebuah pertanyaan serupa melintas di pikiran semua anggota asrama
Slevineptune itu, tak terkecuali Kaiko—yang sudah berkeringat dingin—kini
dihiasi oleh setetes sebesar biji jagung di salah satu pelipisnya.
"Kenapa ada villa di sana?"
.
.
"Sudah kubilang! Aku tidak mau ke sana!" seru
Kaiko galak, meski kini dirinya tetap diseret oleh kembar dari klan Kagamine.
Dia meraih berbagai jenis benda yang dapat dijangkaunya—berharap agar dirinya
tidak diseret ke rumah yang menurutnya seperti rumah hantu—tempat yang paling
dibencinya di dunia—karena sudah membuatnya mempunyai phobia aneh terhadap
hantu, dan itu sangat merepotkan.
"Are? Minna, kami butuh bantuan!" seru Len yang
sudah kewalahan melihat pembina asramanya yang kini tengah memeluk erat sebuah
pohon besar yang sudah kering dan hampir mati. Gakupo memutar kedua bola
matanya malas. Dia melepaskan satu persatu jemari Kaiko yang saling bertaut.
"TIDAAAAAAAAAKKKK!!!" Teriakan Kaiko semakin
menjadi-jadi saat Gakupo melepaskan satu persatu jemarinya yang sedang memeluk
batang pohon itu.
"Oh ayolah sensei! Setidaknya kita menginap dulu di
sana, hari sudah semakin gelap," bujuk Gakuko seraya memasang wajah
memelas untuk membujuk Kaiko yang dalam mode 'keras kepala' itu.
"Selesai!" seru Gakupo saat berhasil melepaskan
tautan jemari sang pembina asrama. Dengan sigap, Gakupo langsung menggenggam
erat tangan Kaiko agar pembina asramanya itu tidak lagi memeluk pohon—atau
benda lainnya—, lalu Len dan Mikuo langsung mengangkat Kaiko dan membawanya ke
tempat mobil di parkirkan, yaitu halaman villa yang tadi dilihat Sonika.
"Ayolah teman - teman." Suara Ketua asrama
Slevineptune mengalihkan semua perhatian anggota-nya dari sang pembina yang
tengah memberontak dari pegangan Mikuo dan Gakupo. Mereka semua menatap SeeU
bertanya - tanya, karena biasanya gadis itu memiliki rencana yang sangatlah
sulit diduga, bisa menyenangkan, menentang adrenalin, atau menyulitkan.
"Kenapa kalian semua melupakan sejarah dan kenangan
yang kita buat di villa ini ?"
Semua orang langsung berpandang satu sama lain, mencoba
mengingat apa maksud dari perkataan sang ketua. Keheningan melanda tempat itu,
hanya ada hembusan angin dan suara yang dihasilkan oleh kamera foto—seperti
biasa, yang melakukan ini adalah Rin bersama Len.
"AHA!" Sang pembina asrama bersorak heboh, jangan
lupakan aura bling - bling yang menyilaukan miliknya. "Aku tidak
tau."
Dan semua anggota dari asrama Slevineptune pun langsung
facepalm ria.
"Baiklah, aku jelaskan! Kaiko-sensei, jangan mencoba
kabur karena ini bukan villa yang
menyeramkan isinya, geugeos-ui pyojilo chaeg-eul pandanhaji masibsio.
Ehem!"
"Er-" Kaiko langsung menggaruk pipinya yang tidak
gatal karena mendengar apa yang dikatakan SeeU, ia langsung berdiri tegak dari
ancang - ancang yang sudah dipersiapkannya tadi, barulah deathglare dilemparkan
pada gadis keturunan Korean itu. "Jangan menggunakan bahasa alien!"
Yukari dan Sonika kembali berfacepalm ria. Mikuo, Rin dan
Len sengaja tidak mempedulikan dan memilih memakan makanan favorite mereka.
Lola, Defoko, Neru, Gakuko dan Gakupo hanya bisa menggeleng - gelengkan kepala
pasrah.
"Er- baiklah, daripada memperlambat keadaan, sebaiknya
kita persilahkan tuan rumah untuk keluar!"
Pintu masuk villa itu
terbuka perlahan, membuat semuanya menengok heran sampai ada saja yang tanpa
sengaja kepala terjedot antara satu sama lain dan mengeluh sakit di waktu yang
bersamaan.
"Hai semua!"
"SUKONE TEI!" Teriak semua anggota dan pembina
asrama histeris dengan berbagai ekspresi tertempel diwajah masing - masing,
seperti ceria, datar, santai hingga melotot. Setelah itu mereka langsung
menerjang orang yang memiliki nama itu tanpa basa - basi lagi, sementara SeeU
berdiri di belakang sambil menyunggingkan senyum misterius.
Yang pertama melepaskan pelukan adalah Defoko dan si empunya
langsung mendekati SeeU. "U-chan, kenapa kau tidak memberitahu kami
mengenai hal ini ?"
Gadis bersurai pirang itu mengerling jahil. "Memangnya
kau tidak membaca tulisan kuno yang ada digerbang tadi ?" tanyanya sambil
terkekeh ria.
Defoko mengernyitkan dahinya heran. "Aku tidak bisa
membaca tulisan itu," tanggapnya dengan pipi yang digembungkan.
Setelah berbagai protesan terluncur dari mulut Sukone Tei,
semua orang langsung melepaskan pelukan mereka.
"Tei-chaan~" panggil Rin yang kini sudah kembali
memasang wajah yang memelas. Tei yang tau apa maksud dari 'wajah' itu memutar
bola matanya malas. "You dont say! Kebun buah dan sayuran di belakang villa sedang dalam masa panen,"
jawab Tei malas, namun mampu membuat seluruh perhatian anggota asrama terutama
kembar Kagamine, kembar Kamui, serta Mikuo langsung menatap Tei dengan tatapan
berbinar, seakan mengatakan 'bolehkah kami ke sana?'
Tei kembali memutar kedua bola matanya, kemudian berjalan
duluan seakan memberi isyarat 'Ikuti aku!' Sedangkan yang lainnya mengikuti
dengan penuh semangat, kecuali Kaiko—yang mencium sesuatu yang tidak benar dari
Tei. Dan saat ia memakan ice cream rasa lemonnya yang terakhir, Kaiko
membulatkan iris dark blue-nya seakan sadar bahwa Tei sedang menjebak mereka.
.
"Tei-chan, kebunnya mana?" Tanya Gakuko pelan.
"Hn... Aku sedang malas ke kebun, kalian ikuti saja jalan setelah gerbang
itu," jelas Tei yang menunjuk sebuah gerbang di depan mereka—jangan
lupakan sebuah ukiran aneh di atasnya.
_| 4 d i ~| i |/|
Namun sepertinya, tak ada yang mengambil pusing tentang
ukiran itu, mungkin eh? "Kalau begitu, ayo!" Sebuah seruan yang entah
keluar dari mulut siapa mampu memacu semangat seluruh siswa untuk langsung
menyerbu gerbang itu, menyisakan Tei yang sedang menyeringai.
"Well, sebuah permainan aneh untuk liburan ektrim yang
kau siapkan seorang diri itu sayang sekali tak akan pernah mampu membuatku
tidak ikut terjebak, hei Sukone Tei,"
suara sinis yang keluar dari satu - satunya sosok—yang menjabat sebagai guru
yang datang ke villa itu—mampu
membuat sang empu yang namanya baru saja disebutkan langsung mematung. Tentu
saja terdapat kilatan - kilatan kemarahan di kedua iris dark blue menawan
khusus untuk anak didiknya—seakan meminta penjelasan kepada satu - satunya
siswa asrama Slevineptune yang tersisa.
"Sensei! Bukan begitu. Anoo-"
"Hei! Kau pikir aku tidak bisa membaca tulisan di atas
gerbang itu, eh? Kau membuat seluruh teman-temanmu tersesat dalam sebuah labirin!!!" Sentak Kaiko galak.
Tei tersenyum mengejek. "Kaiko-sensei tercinta, bukankah mereka butuh
liburan? Jadi, aku memberi mereka sebuah liburan yang beda dari biasanya."
"Liburan yang beda dari biasanya eh? Kau sudah kuberi
cuti dua minggu secara diam - diam dan kau malah MENYESATKAN TEMAN-TEMANMU
DALAM SEBUAH LABIRIN?!!!" Sembur Kaiko dengan amarah yang meluap - luap,
membuat pertahanan Tei yang kokoh mulai mengendur. Kini seluruh tubuhnya
bergidik ngeri melihat perubahan sifat Kaiko—yang biasanya lembut namun
terkadang bersikap datar, sekarang sudah seperti moster yang mengamuk karena
kehilangan anaknya. Err, Kaiko memang sedang kehilangan semua anak didik
kesayangannya.
"Aku hanya ingin menjahili mereka," sesal Tei.
Kaiko melotot mendengarnya. "Tapi ini sudah keterlaluan," Kaiko jatuh
terduduk. "Mereka akan tersesat di dalam labirin itu," lirih Kaiko.
"Sensei! Maafkan aku, aku menyesal," ujar Tei
dengan mata yang berkaca-kaca. Rencana menyesatkan teman - temannya hanyalah
untuk mencari kesenangan baru untuknya. Dia tak menyangka semuanya akan
berakhir seperti ini.
.
.
"Masih lama ya?" Suara lirih Yuki lolos begitu
saja, membuat yang lainnya tak tau harus menjawab apa. "Bisa jadi,"
jawab Rima yang kini sudah terkapar di tanah bersama dengan SeeU.
"Disini terlalu gelap, aku takut!" Rima bergidik
ngeri. Sebuah tangan menggenggam erat tangan Rima, membuat Rima mau tak mau
mendongak untuk melihat sang pemilik tangan, Sonika. "Kau pegang kuat
tanganku jika kau takut," ujar Sonika santai. Lola mengangguk lalu
berjalan di samping Rima.
Sudah satu jam lewat mereka berputar - putar di
labirin—bahkan mereka tidak tau mereka berada di labirin perkarangan rumah Tei.
"Hei! Selfie yang ini bagus!" Pekik Rin girang
saat melihat salah satu foto selfie-nya yang berada di depan gerbang—yang
mengarahkannya pada tempatnya sekarang, maksudnya tersesat.
Defoko mendekat untuk melihat foto yang di maksud oleh Rin.
Dan dengan antusias, Defoko langsung merebut ponsel Rin—yang tentu saja membuat
Rin menjadi cemberut—lalu memperlihatkannya pada Neru yang sedang
berkaca—mengawati wajah moleknya.
"Neru-chan, lihat!" Seru Defoko seraya
memperlihatkan ponsel milik Rin. Neru melirik malas ke arah ponsel melalui kaca
yang sedang di genggamnya. Beberapa detik kemudian, dia memekik
tertahan—membuat SeeU mau tak mau menghampiri Neru. "Kenapa lagi eh?"
"U-chan, U-chan, lihat!" Pekik Neru seraya
menunjuk - nunjuk kaca—tepatnya pada pantulan foto gerbang menuju ke kebun
tadi. SeeU meliriknya malas, "Iya,
lalu kenapa?"
"Ugh! Apa kau tidak sadar? Maksudku, tulisan aneh di
atas gerbang itu membentuk sebuah kata saat kita melihatnya dari kaca!"
Jelas Neru sebal. Gakupo—yang mengerti arah pembicaraan ini—langsung merebut
ponsel Rin serta kaca milik Neru, kemudian memperhatikan dengan detail tulisan
di atas gerbang yang terdapat di foto Rin. Sedetik kemudian, dia langsung
mengacak - ngacak surai violetnya.
"Argh! Sialan! Ternyata kita berputar - putar di dalam
sebuah labirin!"
"Ck, apa hari ini dapat semakin buruk?" Rutuk Mikuo
kesal. "Err, sepertinya begitu karena... Kaiko-sensei tidak ada,"
balas Len. Dan di detik berikutnya, suara tangisan dari Rin dan Rima pun pecah
tanpa mampu dicegah.
.
.
"WHAAT?! Kenapa gak bilang dari tadi!" Bentak
Kaiko galak, Tei langsung menciut karenanya. "Sensei kan gak tanya,"
cibir Tei, membuatnya mau tak mau mendapatkan 'hadiah khusus' berupa jitakan
maut dari guru di depannya.
"Dasar murid menyebalkan! Antar aku ke sana sekarang
atau hukuman menanti, eh?" Ujar Kaiko penuh penekanan pada kalimat
terakhirnya, disambut dengan gelengan kepala cepat yang berulang kali dari Tei
sebagai jawaban tersimpel yang dapat dia berikan.
"Dasar bodoh! Tunggu apa lagi?! Ayo ke lantai
atas!" Seru Kaiko seraya langsung menyeret Tei tanpa memberi kesempatan untuk
Tei berbicara lebih jauh.
.
Lelah, frustasi, lapar, semua bercampur menjadi satu.
Sepanjang perjalanan mereka selalu dihiasi dengan banyak perdebatan—
"Jalan buntu!!!"
"Kalau begitu, ayo belok kiri!"
"Dasar Len bodoh! Seharusnya belok kanan!"
"Harusnya kan terus lurus!"
—sampai semuanya pun muak dengan perdebatan yang tidak ada
habisnya itu.
"Aku... sudah... tidak... kuat... lagi..." Lirih
Yukari yang jatuh terduduk. Lola menggangguk mengiyakan Yukari lalu menempatkan
diri untuk duduk di samping Yukari.
"Kita istirahat dulu sebentar, onegai?" Pinta
Gakuko, tak lupa dilayangkannya jurus puppyeyes yang 90% akan berhasil membuat
orang menuruti usulnya—dan beruntungnya karena teman - temannya berada pada
bagian 90%. Semua menggangguk setuju kemudian langsung duduk di tempat masing -
masing.
SeeU masih memasang wajah garangnya sejak mengetahui sang
'Kaiko-sensei' tidak ada di antara mereka. Rin dan Rima masih sesugukan sampai
sekarang. Rasa frustasi membuat SeeU menjadi kalut. Dia pun menendang batu
besar di depannya—yang sukses membuatnya mengeluarkan berbagai jenis sumpah
serapah yang diketahuinya.
GREK!
Rima yang duduk menyandar pada dinding tiba-tiba langsung
jatuh terjungkal kebelakang karena dinding yang disandarinya tepat berada di
belakangnya bergeser sehingga menampilkan sebuah pintu rahasia.
"Kyaaaaaaaaaaaa... Ugh, ittai," lengguh pelan Rima seraya bangkit
dari posisi terjungkalnya menjadi duduk. Dia menatap tajam ke arah
belakangnya—mencari penyebab insiden yang membuat punggung belakangnya terasa
nyeri.
Keheningan pun menyelimuti mereka semua. Saling melirik satu
sama lain tanpa bisa mengeluarkan sepatah kata pun. Dan di detik berikutnya,
sebuah senyum lebar langsung mengembang di wajah mereka semua dan sorakan -
sorakan yang mulai terdengar.
"Yey! Kita selamat!!!"
.
Kaiko mendesah pelan seraya mengatur napasnya yang
sesak—setelah berlarian seraya menyeret Tei—saat berdiri di atas balkon lantai
dua rumah Tei. Melihat labirin terbuka dari lantai dua, namun dia tak melihat
seorang pun siswanya berada di sana.
"Sensei! Mereka sudah tidak ada!" Seru Tei panik.
Kaiko yang masih sangat kelelahan itu pun dengan sangat berat hati menyeret
paksa kakinya menuju ke tempat Tei—yang berada di ruang monitor cctv. Kaiko
melihat layar monitor cctv labirin dan membulatkan matanya. Dengan bergegas,
dia kembali berlari menuju ke lantai satu, tepatnya ke gerbang menuju labirin
yang membuat semua siswanya tersesat.
Kaiko berhenti saat dia berada sepuluh meter dari tempat
siswa asramanya yang sedang terkapar. Wajah imutnya kini dibanjiri oleh
keringat, tubuh mungilnya gemetaran. Meski begitu, jangan lupakan raut
'kelegaan' yang terpatri di wajah sang sensei. "Anak - anak?"
Sebuah panggilan yang mampu membuat semua perhatian dari
semua anak didiknya yang tengah terkapar. "Sensei!" Seruan kompak
lolos dari semua mulut mereka. Mereka berdiri dan langsung memeluk Kaiko dengan
erat. Suara isakan terdengar dari beberapa orang; Kaiko, Rima, Rin, Lola,
bahkan SeeU.
"Sudahlah semua, ayo kita masuk ke villa. Bukankah
kalian semua sudah sangat kelelahan dan butuh istirahat?" Bujuk Kaiko.
"Bagaimana dengan Tei?" Tanya Gakupo malas, dan
dijawab dengan kedipan mata sebagai jawaban. "Aku sudah punya hukuman yang
bagus untuknya," Kaiko menyeringai. Semua bergidik ngeri melihat seringai
itu. Dan di detik berikutnya, mereka sudah berlari menuju villa untuk
beristirahat—atau mungkin untuk menghindari Kaiko?
.
Hari sudah mulai pagi. Suara kokokan ayam jantan begitu
nyaring terdengar. Warna keemasan mulai menghiasi langit. Para siswa - siswi
asrama slevineptune bergegas untuk pulang. Mereka berjalan menuju ke garasi
villa, mendapati Tei—yang sedang mengunci semua pintu mobil dengan sangat
rapat—dan Kaiko—yang mengomel tak jelas di belakangnya.
"Sensei! Ada apa ini?" Pekik Lola kaget. Kaiko
menjentikkan jarinya. "Berikan kunci mobil kalian pada Tei. Kita pulang
naik kereta," jelas Kaiko dengan ceria, membuat sebuah teriakan histeris
penuh kelegaan pun terdengar.
"Yey! Akhirnya tidak akan ada lagi perintah menyebalkan
yang bikin mual," seru Rima senang, disambut deathglare mematikan dari
SeeU.
"Tapi, mobilnya bagaimana sensei?" Tanya Mikuo,
Tei menghela nafas. "Mobil akan di bawa oleh Tei. Itu hukuman
buatnya..." Jelas SeeU seakan membaca pikiran Kaiko yang baru saja ingin
menjawab.
Kaiko mendengus. "Seharusnya itu menjadi perkataanku,
dan sebagai tambahan, saat masuk sekolah nanti, Tei juga akan mendapat
hukuman," umpat Kaiko yang diakhiri dengan ucapan yang terdengar santai
dan (sedikit) mengerikan. Tei mendengus kesal. "Bukankah itu
menyenangkan?"
"APANYA YANG MENYENANGKAN HEH?!!!!!!" Sentak semua
orang kepada Tei, sedangkan yang
dibentak langsung menciut di pojokan.
"Minna? Ini sudah jam berapa?" Pekik Yukari panik.
"Tunggu apa lagi?! Ayo pergi," seru Neru seraya melayangkan tangannya
yang terkepal dengan kuat seakan dirinya sedang meninju langit. Semuanya
langsung sweatdrop seketika.
"Dasar!"
.
.
The End
.
.
Omake :
Megurine Luka, kepala sekolah Athena Academy sekaligus
pemiliknya tengah tersenyum menyambut kepulangan para anggota asrama
Slevineptune dari acara liburannya.
"Okaerinasai minna-chan, apa perjalanan kalian
menyenangkan?" Tanya Luka ramah.
"Menyeramkan!" Timpal Rin.
"Menyakitkan!" Lirih Sonika.
"Bikin pusing!" Kini Rima menyahuti.
"Tersesat!" Ini suara Mikuo.
"Gila!" Dan ini Gakupo.
"Nyeret kulkas milik Kaiko-sensei!" Setelah itu,
Yukari langsung pingsan.
"Ini bukan liburan, tapi hukuman!" Seru Gakuko
seraya mengais-ngais tanah. SeeU mengangguk setuju.
Luka hanya bisa ber-cengo ria berkepanjangan sampai pada
akhirnya dia pun sweatdrop akut karena mendengar kisah perjalanan mereka.
"Astaga, sungguh menyedihkan," ujar Luka sambil
geleng - geleng. "Oh iya, mobil asrama dimana?" Tanyanya penasaran.
"Bentar lagi nyusul kok," jawab Kaiko santai.
"Oh iya!" Seru Luka sambil mengobrak abrik tasnya,
kemudian mengeluarkan banyak tiket undian. "Beberapa hari yang lalu,
akademi kita memenangkan sebuah undian pergi liburan. Berhubung asrama yang
lain masih pada liburan, jadi ini untuk kalian saja!" Jelas Luka panjang
lebar, yang membuat senyum lebar mengembang di wajah mereka.
"Itu tempat liburannya dipenuhi oleh labirin,"
Jelas Luka.
GLEK!!!
"AAAAAAAAAAA!!!! TIDAK LAGIIIIIIIIIIII!!!!" Semua
anggota asrama Slevineptune langsung menjerit dan lari pontang - panting ke
asrama, meninggalkan Luka yang kembali cengo dengan ulah mereka.
"Kulkasnya keinggalan!" Seru SeeU seraya kembali
dan menyeret kulkas Kaiko menuju ke asrama. Luka langsung sweatdrop.
"Mereka kenapa sih?"
.
.
The End
.